about heart

sometimes you will feel very lost, when she was silent, when she started to not bother you, when she was hurt by you attitude, and finally she was tired and slowly out of your life.

Mengenai Saya

Foto saya
welcome to MY WORLD. this is my blogs, and contains of all about my feel, how about you.??

hy guys.!!!

please dont forget to coment my posting. thanks for join and look in my blogs

Senin, 30 September 2013

Goodbye my Happiness

kamu tau ini serasa rumit, mengapa kamu tetap menjalani ini??
yang kita tau senyuman yang dulu bukan lagi milik kita.
melainkan milikmu dengannya dan kehidupanku sendiri.
aku tau kisah ini seperti berjalan di atas pecahan kaca.
sudah tau bila akan menderita tapi aku tetap melewatinya.
seharusnya aku tidak menghindar.
tidak lari dari apa yang aku dan kamu mulai.
bukan juga pergi tanpa sebab.
tapi apa dayaku ? semua tentangmu bukanlah tentang kita lagi.
dan aku sadar Dia yang lebih membutuhkanmu.
dan aku sadar bahwa cintamu yang dulu hanyalah kepalsuan.
mengapa kamu beri aku sejuta harapan??
mengapa kamu jatuhkan aku setelah aku melayang??
bila saja aku tau hatimu, mungkin aku tak akan sesakit ini.
aku tak akan merebutmu darinya.
ataupun menghubungimu lagi.
bila aku diizinkan untuk bertemu kamu.
biarkan aku menangis didepanmu.
ijinkan aku mengeluarkan uraian mengapa aku menangis.
dan jangan kamu berkata ataupun bertanya-tanya.
aku begini karnamu dan mungkin karnanya.
kamu adalah kebahagiaan yang meraba angin.
tak akan pernah nyata.
kini aku mengerti "kita" bukan lagi aku dan kamu.
bahagialah kamu dengannya.
i need you to be happy.
without me.......

Sabtu, 28 September 2013

Tertekan

menghela nafas panjang dan berusaha lepas dari jerat camukan hati.
melihat mu tersenyum menjadi sisi kesenanganku.
tapi suhu tubuhku berubah.
panas dan tak berasa.
pandangan itu semakin menghancurkan jiwa.
pandangan itu semakin buatku menahan sakit.
ada apa ini Ya Allah??
mengapa sulit sekali mengelupas memori itu.
bahkan saat aku mulai menghilang dan jauh..
rencanaMu apa??? membuat aku begitu sangat tertekan.
dia bukan lagi yang terindah.
jauh dipandanganku ini bukan hal yang sangat aku harapkan.
mungkin aku harus mulai menjauh lagi.
sumpah demi Allah aku sakit karnanya :(

Kamis, 26 September 2013

Benci Untuk Mencinta

sesaat air mata ini ingin lebih jatuh.
melihat senyumanmu dengannya.
bahkan hati terasa sangat sakit.
stalking bukan ide yang bagus.
dan itu memang salahku.
kamu tau??
aku disini bodoh menunggumu.
berharap semua kembali.
dan lebih gilanya aku..
aku membenci pasanganmu.
taukah kamu arti senyumku?
arti seruanku?
bahkan saat aku berkata "bercanda"?
aku yakin kamu tidak tau.
yang kamu tau aku kuat tanpamu.
dan yang kamu tau.
jauh sudah aku melupakanmu.
nyatanya aku tak mampu berpaling.
nyatanya aku membohongi hati ini.
teriakku ingin KAMU PERGI!.
aku mohon jangan kembali.
jangan meminta aku berteman denganmu.
cukup kamu menyakitiku.
kamu tidak pernah sadar saat menyakitiku.
dan lebih tolol aku selalu berkata.
"aku baik-baik saja"
aku punya alasan mengapa begini.
aku punya cerita yang lama aku bakar.
dan serpihan yang kamu tata kembali.
tapi aku mohon, aku sangat memohon.
jauhkan aku dari ingatanmu.
jalani kisahmu meski tak denganku.
usah kamu pedulikanku lagi.
aku hanya pelabuhan rapuhmu.
aku benci cinta ini.
aku benci mencintaimu.
aku benci mengagumimu.
aku benci memasuki duniamu.
dan semakin dalam ternyata kamu BUSUK!!
aku benci untuk mencintaimu.

Rabu, 25 September 2013

Dejavu Nostalgia

merangkai kata memang bukan keahlianku
tapi caraku membohongi isi hati menjadi kebiasaanku.
itu bukan hal yang mudah kamu pahami.
bukan juga hal yang bisa aku terima.
kita memilih berbeda.
bukan berarti kita berpisah.
aku memang bukan pilihan.
walaupun kamu terjebak dengan nostalgia.
teriakan itu seakan menyiksa.
menyekat seluruh raga agar tetap jauh.
bukan inginku, tapi sikapmu.
mungkin bukan sekarang.
ataupun kemarin Tuhan menyatukan.
yang jelas persiapan kebahagiaan.
telah tertulis pasti pada takdirNya.

Jumat, 20 September 2013

MENCINTAI ITU BUKAN BERARTI MEMILIKI

Puisi JN

Aku mencintai mu,
seadanya diri mu tiada yang lain
nama mu indah terpahat di dalam
hal ini...

Aku mencintai mu..
bersama kerinduan tiada bertepi
dari pagi yang indah hingga malam
yang nyaman tiada terhitung rindu ini

Aku mencintai mu,
dari segala kelebihan mu
dan dari segala kekurangan mu

Aku mencintai mu,
tiada yang dapat ku persembahkan
tiada kata berkias seindah rembulan malam
tiada kata berkias seindah terbitnya mentari..

Aku cintai mu,
tanpa mengharap diri mu
menjadi milik ku abadi..
kerana aku mencintai mu dengan,
hati yang paling iklas..hanya pada mu sayang!
kerana ku tahu,

Mencintai Itu Bukan Bererti Memiliki..
Dan Semoga cinta ku akan setia hanya pada mu..

sumber : http://www.lokerpuisi.web.id/2011/10/puisi-romantis.html

Pengertian Pragmatik

A. Pengertian Pragmatik
     Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule (1996: 3), misalnya, menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu. Thomas (1995: 2) menyebut dua kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua bagian, pertama, dengan menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara (speaker meaning); dan kedua, dengan menggunakan sudut pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran (utterance interpretation). Selanjutnya Thomas (1995: 22), dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna dalam interaksi (meaning in interaction). Leech (1983: 6 (dalam Gunarwan 2004: 2)) melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini ia sebut semantisisme, yaitu melihat pragmatik sebagai bagian dari semantik; pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik; dan komplementarisme, atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang saling melengkapi.

B. Interaksi dan Sopan Santun
     Seperti telah dikatakan di awal bab ini, hal-hal di luar bahasa mempengaruhi pemahaman kita pada hal di dalam bahasa. Untuk memahami apa yang terjadi di dalam sebuah percakapan, misalnya, kita perlu mengetahui siapa saja yang terlibat di dalamnya, bagaimana hubungan dan jarak sosial di antara mereka, atau status relatif di anatara mereka. Marilah kita perhatikan penggalan-penggalan percakapan berikut ini. (1) A: Setelah ini, kerjakan yang lain. B: Baik, Bu. (2) C: Bantuin, dong! D: Sabar sedikit kenapa, sih? Sebagai penutur bahasa Indonesia, Anda akan dengan mudah mengatakan bahwa di dalam penggalan percakapan (1) status social A lebih tinggi dari B, sedangkan di dalam penggalan percakapan (2) C dan D mempunyai kedudukan yang sama. Sebuah interaksi sosial akan terjalin dengan baik jika ada syarat-syarat tertentu terpenuhi, salah satunya adalah kesadaran akan bentuk sopan santu. Bentuk sopan santun dapat diungkapkan dengan berbagai hal. Salah satu penanda sopan santun adalah penggunaan bentuk pronominal tertentu dalam percakapan. Di dalam bahasa Indonesia kita jumpai anda dan beliau untuk menghormati orang yang diajak bicara. Di dalam bahasa Prancis kita jumpai pembedaan kata tu dan vouz untuk menyebut orang yang diajak bicara. Bentuk lain dari sopan santun adalah pengungkapan suatu hal dengan cara tidak langsung. Contoh ketidaklangsungan dapat kita lihat dalam penggalan percakapan berikut ini. (3) A: Hari ini ada acara? B : Kenapa ? A : Kita makan-makan, yuk! B: Wah, terima kasih, deh. Saya sedang banyak tugas! Di dalam penggalan percakapan di atas, B secara tidak langsung menolak ajakan A untuk makan. B sama sekali tidak mengatakan kata tidak. Akan tetapi, A akan mengerti bahwa apa yang diucapkan B adalah sebuah penolakan. Kata terima kasih yang diungkapkan oleh B bukanlah bentuk penghargaan terhadap suatu pemberian, tetapi sebagai bentuk penolakan halus. Hal ini juga diperkuat oleh kalimat yang diujarkan B selanjutnya. Di dalam percakapan, ketidaklangsungan juga ditemukan dalam bentuk pra-urutan (pre-sequences). Kita juga sering menemukannya dalam situasi sehari-hari. Di dalam penggalan percakapan (3) di atas kita melihat pra-ajakan pada kalimat pertama yang diucapkan oleh A. Di dalam penggalan percakapan (4) kita melihat prapengumuman pada kalimat pertama yang diucapkan oleh A. (4) A: Sebelumnya saya mohon maaf. B: Ada apa, Pak? A: Kali ini saya tidak dapat memberi apa-apa. Kita dapat melihat bahwa suatu hal yang diungkapkan dalam percakapan akan lebih berterima jika ada semacam “pembuka” di dalamnya. Permohonan maaf dari A pada contoh (4) di atas merupakan sebuah pengantar untuk penyampaian maksud yang sebenarnya. Salah satu bentuk ketidaklangsungan dapat ditemukan di dalam mkasud yang tersirat di dalam suatu ujaran. Di dalam hal ini, ketidaklangsungan mensyaratkan kemampuan seseorang untuk menangkap maksud yang tersirat, misalnya kita perhatikan contoh berikut. (5) A: Tong sampah sudah penuh. B: Tunggu, ya. Aku baca Koran dulu. Nanti kubuang, deh ! Di dalam contoh di atas, A tidak menyuruh B secara langsung untuk membuang sampah. Akan tetapi, B dapat menangkap maksud yeng tersirta di dalam ujran A. dapat kita bayangkan bahwa setelah B membaca Koran ia akan membuang sampah karena hal ini dapat kita simpulkan dari jawaban B di atas. Jika B tidak peka terhadap maksud A, tentu jawabannya akan berbeda. Bayangkan saja kalau B hanya menjawab, “Ya, betul.”

C. Implikatur Percakapan
     Di dalam bagian sebelumnya kita telah melihat bahwa di dalam percakapan seorang pembicara mempunyai maksud tertentu ketika mengujarkan sesuatu. Maksud yang terkandung di dalam ujaran ini disebut implikatur. Pembicara di dalam percakapan harus berusaha agar apa yang dikatakannya relevan denga situasi di dalam percakapan itu, jelas dan mudah dipahami oleh pendengarnya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa ada kaidah-kaidah yang harus ditaati oleh pembicara agar percakapan dapat berjalan lancar. Kaidah-kaidah ini, di dalam kajian pragmatic, dikenal sebagai prinsip kerja sama. Grice (1975) menungkapkan bahwa di dalam prinsip kerjasama, seorang pembicara harus mematuhi empat maksim. Maksim adalah prinsip yang harus ditaati oleh peserta pertuturan dalam berinteraksi, baik secara tekstual maupun interpersonal dalam upaya melancarkan jalannya proses komunikasi. Keempat maksim percakapan itu adalah maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. a) Maksim Kuantitas Berdasarkan maksim kuantitas, dalam percakapan penutur harus memberikan kontribusi yang secukupnya kepada mitra tuturnya. Kalimat (6) menunjukkan kontribusi yang cukup kepada mitra tuturnya. Bandingkanlah dengan kalimat (7) yang tersa berlebihan. (6) Anak gadis saya sekarang sudah punya pacar. (7) Anak gadis saya yang perempuan sudah punya pacar. Di dalam kalimat (7) kata gadis sudah mencakup makan ‘perempuan’ sehingga kata perempuan dalam kalimat tersebut memberikan kontribusi yang berlebih. Maksim kuantitas juga dipenuhi oleh apa yang disebut pembatas, yang menunjukkan keterbatas penutur dalam mengungkapkan informasi. Hal ini dapat kita lihat dalam ungkapan di awal kalimat seperti singkatnya, dengan kata lain, kalau boleh dikatakan, dan sebagainya. b) Maksim Kualitas Berdasarkan maksim kualitas, peserta percakapan harus mengatakan hal yang sebenarnya. Misalnya, seorang mahasiswa Universitas Indonesia seharusnya mengatakan bahwa Kampus Baru Universitas Indonesia terletak di Depok., bukan kota lain, kecuali jika ia benar-benar tidak tahu. Kadang kala, penutur tidak merasa yakin dengan apa yang dinformasikannya. Ada cara untuk mengungkapkan keraguan seperti itu tanpa harus menyalahi maksim kualitas. Seperti halnya maksim kuantitas, pemenuhan maksim kualitas oleh ungkapan tertentu. Ungkapan di awal kalimat seperti setahu saya, kalau tidak salah dengar, katanya, dan sebagainya, menunjukkan pembatas yang memenuhi maksim kualitas. c) Maksim Relevansi Berdasarkan maksim relevansi, setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang relevan dengan situasi pembicaraan. Bandingkanlah penggalan percakapan (8) dan (9) berikut ini. (8) A: Kamu mau minum apa? B: Yang hangat-hangat saja. (9) C: Kamu mau minum apa? D : Sudah saya cuci kemarin. Di dalam penggalan percakapan (8) kita dapat melihat bahwa B sudah mengungkapkan jawaban yang relevan atas pertanyaan A. Di dalam penggalan percakapan (9), sebagai penutur bahasa Indonesia kita dapat mengerti bahwa jawaban D bukanlah jawaban yang relevan dengan pertanyaan C. Topik-topik yang berbeda di dalam sebuah percakapan dapat menjdi relevan jika mempunyai kaitan. Di dalam hubungannya dengan maksim relevansi, kaitan ini dapat dilihat sebagai pembatas. Ungkapan-ungkapam di awal kalimat seperti Ngomong-ngomong…, Sambil lalu…, atau By the way… merupakan pembatas yang memenuhi maksim relevansi. d) Maksim Cara Berdasarkan maksim cara, setiap peserta percakapan harus berbicara langsung dan lugas serta tidak berlebihan. Di dalam maksim ini, seorang penutur juga harus menfsirkan kata-kata yang dipergunakan oleh mitra tuturnya berdasarkan konteks pemakaiannya. Marilah kita bandingkan penggalan percakapan (10) dan (11) (10) A: Mau yang mana, komedi atau horor? B: Yang komedi saja. Gambarnya juga lebih bagus. (11) C: Mau yang mana, komedi atau horor? D: Sebetulnya yang drama bagus sekali. Apalagi pemainnya aku suka semua. Tapi ceritanya tidak jelas arahnya. Action oke juga, tapi ceritanya aku tidak mengerti. C: Jadi kamu pilih yang mana? Di dalam kedua penggalan percakapan di atas kita dapat melihat bahwa jawaban B adalah jawaban yang lugas dan tidak berlebihan. Pelanggaran terhadap maksim cara dapat dilihat dari jawaban D. Untuk memenuhi maksim cara, adakalanya kelugasan tidak selalubermanfaat di dalam interaksi verbal (hal ini dapat kita lihat pula pada bagian yang membicarakan interaksi dan sopan santun). Sebagai pembatas dari maksim cara, pembicara dapat menyatakan ungkapan seperti Bagaimana kalau…, Menurut saya… dan sebagainya.

D. Pelanggaran Terhadap Maksim Percakapan
    Pelanggaran terhadap maksim percakapan akan menimbulkan kesan yang janggal, kejanggalan itu dapat terjadi jika informasi yang diberikan berlebihan, tidak benar, tidak relevan, atau berbelit-belit. Kejanggalan inilah yang biasanya dimanfaatkan di dalam humor. Ada berbagai bentuk pelanggaran di dalam maksim-maksim percakapan. Tentu kita pun pernah mengalami situasi yang janggal karena ada pembicara yang bertele-tele menyampaikan maksudnya, ada kesalahpahaman, ketidaksinkronan, dan sebagainya. Pengetahaun kita mengenai maksim-maksim di atas akan sangat membantu kita dalam memahami situasi yang demikian.

E. Pertuturan
Di dalam pertuturan ada pertuturan lokusioner, pertuturan ilokusioner, dan pertuturan perlokusioner. Pertuturan lokusioner adalah dasar tindakan dalam suatu ujaran, atau pengungkapan bahasa. Di dalam pengungkapan itu ada tindakan atau maksud yang menyertai ujaran tersebut, yang disebut pertuturan ilokusioner. Pengungkapan bahasa tentunya mempunyai maksud, dan maksud pengunkapan itu diharapkan mempunyai pengaruh. Pengaruh dari pertuturan ilokusioner dan pertuturan lokusioner itulah yang disebut pertuturan perlokusioner. Pertuturan ilokusioner bertujuan menghasilkan ujaran yang dikenal dengan daya ilokusi ujaran. Dengan daya ilokusi, seorang penutur menyampaikan amanatnya di dalam percakapan, kemudian amanat itu dipahami atau ditanggapi oleh pendengar. Berdasarkan tujuannya, pertututan dapat dikelompokkan seperti berikut ini. 1. Asertif, yang melibatkan penutur kepada kebenaran atau kecocokan proposisi, misalnya menyatakan, menyarankan, dan melaporkan. 2. Direktif, yang tujuannya adalah tanggapan berupa tindakan dari mitra tutur, misalnya menyuruh, memerintahkan, meminta, memohon, dan mengingatkan. 3. Komisif, yang melibatkan penutur dengan tindakan atau akibat selanjutnya, misalnya berjanji, bersumpah, dan mengancam. 4. Ekspresif, yang memperlihatkan sikap penutur pada keadaan tertentu, misalnya berterima kasih, mengucapkan selamat, memuji, menyalahkan, memaafkan, dan meminta maaf. 5. Deklaratif, yang menunjukkan perubahan setelah diujarkan, misalnya membaptiskan, menceraikan, menikahkan, dan menyatakan.

F. Referensi dan Inferensi
    Referensi adalah hubungan di antara unsur luar bahasa yang ditunjuk oleh unsur bahasa dengan lambang yang dipakai untuk mewakili atau menggambarkannya. Referensi di dalam kajian pragmatik merupakan cara merujuk sesuatu melalui bentuk bahasa yang dipakai oleh penutur atau penulis untuk menyampaikan sesuatu kepada mitra tutur atau pembaca. Berkaitan dengan referensi adalah inferensi. Inferensi adalah pengetahuan tambahan yang dipakai oleh mitra tutur atau pembaca untuk memahami apa yang tidak diungkapkan secara eksplisit di dalam ujaran. Untuk memahami referensi dan inferensi, mari kita perhatikan kalimat-kalimat berikut ini. (1) Seseorang suka mendengarkan musik dangdut. (2) Orang itu suka mendengarkan musik dangdut. (3) Orang suka mendengarkan musik dangdut. Sebagai penutur bahasa Indonesia, kita mengetahui bahwa seseorang adalah ‘orang yang tidak dikenal’ dan orang itu adalah orang yang ada didekat kita bicara. Kalimat (1) diatas mempunyai referensi tak takrif, artinya referensi yang tidak tentu. Kalimat (2) mempunyai takrif, apa yang dirujuknya jelas dan bertolak pada rujukan tertentu, sedangkan kalimat (3) mempunyai referensi generic, tidak merujuk kepada sesuatu yang khusus, dan lebih menekankan pada sesuatu yang umum.

G. Deiksis
     Deiksis adalah cara merujuk pada suatu hal yang berkaitanerat dengan konteks penutur. Dengan demikian, ada rujukan yang ‘berasal dari penutur’, ‘dekat dengan penutur’ dan ‘jauh dari penutur’. Ada tiga jenis deiksis, yaitu deiksis ruang, deiksis persona, dan deiksis waktu. Ketiga jenis deiksis ini bergantung pada interpretasi penutur dan mitra tutur, atau penulis dan pembaca, yang berada di dalam konteks yang sama.

a. Deiksis Ruang
Deiksis ruang berkaitan dengan lokasi relative penutur dan mitra tutur yang terlibat di dalam interaksi. Di dalam bahasa Indonesia, misalnya, kita mengenal di sini, di situ, dan di sana. Titik tolak penutur diungkapkan dengan ini dan itu. Marilah kita lihat contoh berikut. A dan B sedang terlibat di dalam percakapan. A mengambil sepotong kue dan mengatakan, “Kue ini enak.” Apa yang ditunjuk oleh A, kue ini, tentu akan disebut B sebagai kue itu. Hal ini terjadi karena titik tolak A dan B berbeda. Kita juga mengenal kata-kata seperti di sini, di situ dan ini merujuk kepada sesuatu yang kelihatan atau jaraknya terjangkau oleh penutur. Selain itu, ada kata-kata seperti di sana dan itu yang merujuk pada sesuatu yang jauh atau tidak kelihatan, atau jaraknya tidak terjangkau oleh penutur. Dalam hal tertentu, tindakan kita sering kali bertalian dengan ruang. Jika kita hendak menunjukkan bagaimana cara mengerjakan sesuatu, misalnya kita memakai kata begini. Jika kita hendak merujuk kepada suatu tindakan., kita memakai kata begitu.

b. Deiksis Persona
Deiksis persona dapat dilihat pada bentuk-bentuk pronominal. Bentuk-bentuk pronominal itu sendiri dibedakan atas pronominal orang pertama, pronominal orang kedua, dan pronominal orang ketiga. Di dalam bahasa Indonesia, bentuk ini masih dibedakan atas bentuk tunggal dan bentuk jamak sebagai berikut. Tunggal Jamak Orang pertama Orang kedua Orang ketiga aku, saya engkau, kau, kamu, anda ia, dia, beliau kami, kita kamu, kalian mereka Kadang-kadang penutur bahasa menyebut dirinya dengan namanya sendiri. Di antara penutur bahasa Indonesia, sapaan kepada orang kedua tidak hanya kamu atau saya, melaikan juga Bapak, Ibu, atau Saudara.

c. Deiksis Waktu
Deiksis waktu berkaitan dengan waktu relative penutur atau penulis dan mitra tutur atau pembaca. Pengungkapan waktu di dalam setiap bahasa berbeda-beda. Ada yang mengungkapkannya secara leksikal, yaitu dengan kata tertentu. Bahasa Indonesia mengungkapkan waktu dengan sekarang untuk waktu kini, tadi dan dulu untuk waktu lampau, nanti untuk waktu yang akan datang. Hari ini, kemarin dan besok juga merupakan hal yang relatif, dilihat dari kapan suatu ujaran diucapkan. 


KESIMPULAN
Semantik dan pragmatik merupakan salah satu cabang ilmu yang dipelajari dalam studi linguistik. Dalam semantik kita mengenal yang disebut klasifikasi makna, relasi makna, erubahan makna, analisis makna, dan makna pemakaian bahasa. Sedangkan dalam pragmatik kita mengenal yang disebut interaksi dan sopan santun, implikatur percakapan, pertuturan, referensi dan inferensi serta deiksis. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pragmatik berhubungan dengan pemahaman kita terhadap hal-hal di luar bahasa. Akan tetapi, hal-hal yang dibicarakan di dalam pragmatik sangat erat pula kaitannya dengan hal-hal di dalam bahasa. Adapun semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna yaitu makna kata dan makna kalimat.